Supomo (foto oleh Daan Noske)

Prof. Dr. Mr. Soepomo

Prof. Dr. Mr. Soepomo (Ejaan Soewandi: Supomo; 22 Januari 1903 – 12 September 1958) adalah seorang adalah seorang politikus dan pengacara Indonesia yang menjabat sebagai Menteri Kehakiman pertama negara itu dari Agustus hingga November 1945 dan lagi dari Desember 1949 hingga 6 September 1950. Dikenal sebagai bapak konstitusi Indonesia, ia secara anumerta dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soekarno pada tahun 1965. Soepomo dikenal sebagai perancang Undang-undang Dasar 1945, bersama dengan Muhammad Yamin dan Soekarno.

Soepomo dilahirkan pada 22 Januari 1903, di Sukoharjo, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Ia berasal dari keluarga priyayi; kakek dari pihak ibu dan ayah keduanya adalah pejabat tinggi pemerintah. Ia memulai pendidikannya pada tahun 1917, ketika ia terdaftar di Europeesche Lagere School (ELS) di Boyolali. Ia lulus pada tahun 1920, dan melanjutkan studinya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Surakarta. Pada tahun 1923, ia pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dan bersekolah di Bataviasche Rechtsschool. Setelah lulus dari sana, ia bekerja di sebuah pengadilan negeri di Surakarta, sebelum berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan. Di Belanda, ia mendaftar di Universitas Leiden, dan belajar hukum di bawah Cornelis van Vollenhoven.

Ia lulus pada tahun 1927, dengan tesisnya yang berjudul "Reformasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta", yang berisi uraian tentang sistem agraria di Surakarta dan kritik terselubung terhadap kolonialisme Belanda. Sekembalinya ke rumah, ia menjadi pegawai pengadilan di Yogyakarta, kemudian dipindahkan ke Departemen Kehakiman di Batavia. Saat bertugas di Departemen Kehakiman, ia mengambil pekerjaan sampingan sebagai dosen tamu di Rechtshoogeschool. Ia kemudian bergabung dengan asosiasi pemuda Jong Java, dan menulis sebuah makalah berjudul "Perempuan Indonesia dalam Hukum", yang ia presentasikan bersama dengan Perdana Menteri di kemudian hari Ali Sastroamidjojo pada Kongres Perempuan 1928.

Pada tanggal 1 Maret 1945, tahun terakhir pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 1 Maret 1945 untuk mengerjakan "persiapan kemerdekaan di wilayah pemerintahan pulau jawa ini". Soepomo menjadi salah satu dari 62 anggota. Pada sidang pertama yang berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni, ia menyatakan dukungannya untuk masa depan Indonesia menjadi negara kesatuan yang kuat, dengan alasan bahwa itu sesuai dengan norma-norma masyarakat Indonesia. Dia juga berbicara menentang gagasan negara Islam. Pada tanggal 1 Juni 1945, presiden di masa depan Soekarno berpidato, di mana ia menguraikan dasar negara masa depan, lima sila Pancasila. Pada masa reses BPUPK, hal ini kemudian dimasukkan ke dalam pembukaan konstitusi masa depan, Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan, yang tidak termasuk Soepomo.

Ketika BPUPK bersidang kembali untuk sidang kedua, yang dimulai pada 10 Juli, sebuah komite beranggotakan 19 orang dibentuk untuk menghasilkan rancangan undang-undang, dan Soepomo memainkan peran dominan dalam pembahasannya, yang berlangsung selama tiga hari. Dia sengaja menghasilkan konstitusi yang memiliki pemerintahan pusat yang kuat dengan kekuasaan terkonsentrasi pada presiden, dan tanpa sistem checks and balances yang jelas, sejalan dengan pendapatnya. Secara khusus, ia mendukung totalitarianisme integralis berdasarkan ideologi keluarga dan mengusulkan negara Indonesia dimodelkan pada Nazi Jerman dan Kekaisaran Jepang.

Ia meyakini sistem ini akan menghindari konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam diskusi itu, ia ditentang keras oleh Mohammad Yamin, yang menyerukan demokrasi ala Barat dengan jaminan hak asasi manusia. Wakil presiden masa depan Hatta juga menginginkan deklarasi hak-hak untuk dimasukkan, tetapi Soekarno memihak Soepomo. Kompromi mencapai Pasal 28 yang menyatakan bahwa hak asasi manusia akan diatur dengan undang-undang. Setelah diskusi panas, khususnya mengenai peran agama dalam berita negara, rancangan konstitusi dan pembukaannya diterima pada 16 Juli. Setelah [Jepang menyerah], pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah dibentuk pada 7 Agustus, bertemu dan menyetujui rancangan undang-undang yang dihasilkan oleh panitia BPUPK. Konstitusi juga memiliki penjelasan yang memberikan informasi lebih lanjut tentang pembukaan dan isi, yang juga ditulis oleh Soepomo. Karena ini bukan produk BPUPK atau PPKI, status hukumnya tidak pasti.